Macam Macam Hadis menurut Segi Kualitasnya

Photo of author
Written By Najib

Lorem ipsum dolor sit amet consectetur pulvinar ligula augue quis venenatis. 

Pengertian Macam Macam Hadis

Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua telah dibukukan pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khilafah kelima Bani Umayyah. Sedangkan sebelumnya hadits–hadits Nabi SAW masih terdengar dalam ingatan para sahabat untuk kepentingan dan pegangan mereka sendiri.

Umat Islam di dunia harus menyadari bahwa hadits Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup yang kedua setelah Al-Qur‟an. Tingkah laku manusia yaang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, cara mengamalkannya, tidak dirinci dengan ayat Al-Qur‟an secara mutlak dan secara jelas, hal ini membuat para muhaditsin sadar akan perlunya mencari penyelesaian dalam hal tersebut dengan al-hadits.

Dalam meneliti kekuatan hadits serta kelemahan hadits serta kelemahan hadits dan untuk dijadikan hujjah hukum, serta untuk mengamalkan Hadits, perlu difahami hadits–hadits yang berkembang baik dari segi kwalitas mapun kwantitas. Dalam makalah ini penulis akan membahas ; hadits shahih, syaratnya, macam–macamnya dan contohnya. Ke-dua ; Hadits Hasan, syaratnya, macam–macamnya, contohnya. Ke-tiga ; Hadits Dhaif ( dari sudut sandaran Sanadnya), dhaif dari sudut perawinya serta kehujahan hadits shahis dan hadits hasan. Terakhir akan ditutup dengan beberapa kesimpulan

Macam Macam Hadis
Macam Macam Hadis

Hadits Shahih

Pengertian Hadits Shahih

Kata shahih menurut bahasa dari kata shahha, yashihhu, suhhan wa shihhatan wa shahahan, yang menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat, yang benar, yang sah dan yang benar. Para ulama‟ biasa menyebut kata shahih itu sebagai lawan kata dari kata saqim (sakit). Maka hadits shahih menurut bahasa berarti hadits yang sah, hadits yang sehat atau hadits yang selamat.

Hadits Shahih didefinisikan oleh Ibnu Ash Shalah, sebagai berikut :
“Hadits yang disandarkan kepada Nabi saw yang sanadnya bersambung, diriwayatkan leh (perawi) yang adil dan dhabit hingga sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan tidak ber‟illat”.
Ibnu Hajar al-Asqalani, mendefinisikan lebih ringkas yaitu :
“Hadits yang diriwayatkan oleh orang–orang yang adil, sempurna kedzabittannya, bersambung sanadnya, tidak ber‟illat dan tidak syadz”.
Dari kedua pengertian di atas maka dapat difahami bahwa hadits shahih merupakan hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sanadnya bersambung, perawinya yang adil, kuat ingatannya atau kecerdasannya, tidak ada cacat atau rusak.

Syarat – syarat Hadits Shohih

Menurut ta‟rif muhadditsin, maka dapat difahami bahwa suatu hadits dapat dikatakan shahih, apabila telah memenuhi lima syarat :
a. Sanadnya bersambung
Yang dimaksudsanad bersambung adalah tiap–tiap periwayatan dalam sanad hadits menerima periwayat hadits dari periwayat terdekat sebelumnya, keadaan ini berlangsung demikian sampai akhir anad dari hadits itu.
b. Periwayatan bersifat adil
Adil di sini adalah periwayat seorang muslim yang baligh, berakal sehat, selalu memelihara perbutan taat dan menjauhkan diridari perbuatan – perbuatan maksiat.
c. Periwayatan bersifat dhabit
Dhabit adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya kapan saja ia menghendakinya.
d. Tida Janggal atau Syadz
Adalah hadits yang tidak bertentangan dengan hadits lain yang sudahdiketahui tinggi kualitas ke-shahih-annya.
e. Terhindar dari „illat (cacat)
Adalah hadits yang tidak memiliki cacat, yang disebabkan adanya hal – hal yang tidak bak, yang kelihatannya samar – samar.

Macam Macam Hadis
Macam Macam Hadis

Pembagian Macam Macam Hadis Shahih

Para ulama‟ ahli hadits membagi Macam Macam Hadis menjadi dua macam yaitu :

a. Hadits Shahih Li-Dzatih

Ialah hadits shahih dengan sendiriya, artinya hadits shahih yang memiliki lima syarat atau kiteria sebagaimana disebutkan pada persyaratan di atas, atau hadits shahih adalah :
“hadist yang melengkapi setinggi-tinggi sifat yang mengharuskan kita menerimanya”
Dengan demikian penyebutan hadist shahih li dzatih dalam pemakaiannya sehari-hari pada dasarnya cukup memakai sebutan dengan hadist shahih.

Adapun contoh hadist Li-dzatih , yang artinya
“Dari Ibnu Umar ra. Rasulullah SAW bersabda: “Dasar (pokok) Islam itu ada lima perkara : mengakui tidak ada tuhan selain Allah dan mengaku bahwa Muhammad adalah Rasul Allah , menegakkan Sholat (sembahyang), membayar zakat, menunaikan puasa dibulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji” (HR. Bukhari dan Muslim).

b. Hadist Shahih Li-Ghairih.

Yang dimaksud dengan hadist Li-Ghairih adalah Hadist yang keshahihannya dibantu adanya keterangan lain. Hadist pada kategori ini pada mulanya memiliki kelemahan pada aspek kedhabitannya.Sehingga dianggap tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai Hadist shahih. Contoh hadist shahih Li-Ghairihi : Artinya : “Dari Abu Hurairah Bahwasahnya Rasulullah SAW bersabda: “sekiranya aku tidak menyusahkan ummatku tentulah aku menyuruh mereka bersunggi (menyikat gigi) disetiap mengerjakan Sholat.”(HR. Bukhari dan Tirmidzi)

c. Kehujjahan Hadist Shahih

Para Ulama‟ sependapat bahwa hadist ahad yang shahih dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan syariat islam, namun mereka berbeda pendapat, Apabila hadist kategori ini dijadikan untuk menetapkan soal-soal aqidah. Perbedaan di atas berpangkal pada perbedaan penilaian mereka tentang faedah yang diperoleh dari hadist ahad yang shahih, yaitu apakah hadist semacam itu member faedah qoth‟i sebagaimana hadist mutawatir, maka hadist-hadist tersebut dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan masalah-masalah aqidah.Akan tetapi yang menganggap hanya member faidah zhanni, berarti hadist-hadist tersebut tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan soal ini. Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat, sebagai berikut :

Pertama : menurut sebagian ulama bahwa hadist shahih tidak memberi faidah qath‟i sehingga tidak bisa dijadikan hujjah untuk menetapkan soal aqidah.

Kedua : menurut An-Nawawi bahwa hadist-hadist shahih yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim memberikan qaidah qath‟i.

Ketiga : Pendapat Ibn Hazm, bahwa semua hadist shahih memberikan faidah qath‟i, tanpa dibedakan apakah diriwayatkan oleh kedua ulama di atas atau bukan jika memenuhi syarat ke shahih-hannya, adalah sama dalam memberikan faidahnya.

Hadist Hasan

Pengertian Hadist Hasan

Menurut pendapat Ibnu Hajar, ”Hadist hasan adalah hadist yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak cacat dan tidak ganjil.

Imam Tirmidzi mengartikan hadist hasan sebagai berikut : “Tiap-tiap hadist yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta (pada matan-nya) tidak ada kejanggalan (syadz) dan (hadist tersebut) diriwayatkan pula melalui jalan lain”.39 Dari uraian di atas maka dapat difahami bahwa hadist Hasan tidak memperlihatkan kelemahan dalam sanadnya kurang kesempurnaan hafalannya. Disamping itu pula hadist hasan hampir sama dengan hadist shahih, perbedaannya hanya mengenai hafalan, di mana hadist hasan rawinya tidak kuat hafalannya.

Syarat-syarat Hadist Hasan

Adapun syarat-syaratnya yang harus dipenuhi bagi suatu hadist yang dikategorikan sebagai hadist hasan, yaitu:
a. Para perawinya yang adil,
b. Ke-Dhabith-an perawinya dibawah perawi Hadist shahih,
c. Sanad-sanadnya bersambung,
d. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz,
e. Tidak mengandung „illat.

Pembagian Hadist Hasan

Para ulama hadist membagi Hasan menjadi dua bagian yaitu :

a. Hadist Hasan Li-Dzatih

Yang dimaksud hadist hasan Li-Dzatih adalah hadist hasan dengan sendirinya, yakni hadist yang telah memenuhi persyaratan hadist hasan yang lima.
Menurut Ibn Ash-Shalah, pada hadist hasan Li-Dzatih para perawinya terkenal kebaikannya, akan tetapi daya ingatannya atau daya kekuatan hafalan belum sampai kepada derajat hafalan para perawi yang shahih.40 Contoh Hadist Hasan Li-Dzatih adalah sebagai berikut : Artinya :”Dari Ibnu Umar r.a. Rasulullah SAW bersabda :Barang siapa menuntut ilmu pengetahuan karena selain Allah atau bertujuan selain Allah maka, tempatnya di dalam Neraka”.

b. Hadist Hasan Li-Ghairih

Hadist Hasan Li-Ghairih adalah hadist yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur-tak nyata keahliannya, bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikannya fasik dan matan hadistnya adalah baik berdasarkan pernyataan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain”.41 Hadist Hasan Li-Ghairihi ialah Hadist Hasan yang bukan dengan sendirinya, artinya Hadist yang menduduki kualitas Hasan, karena dibantu oleh keterangan Hadist lain yang sanadnya Hasan. Jadi Hadist yang pertama itu terangkat derajatnya oleh Hadist yang kedua, dan yang pertama itu disebut Hadist Hasan. Contoh sebagai berikut : Rasulullah SAW, bersabda :Hak bagi seorang Muslim mandi di hari Jum‟at, hendak mengusap salah seorang dari mereka wangi-wangian keluarganya, jika ia tidak memperoleh airpun cukup dengan wangi-wangian”.(H.R.Ahmad)

Hadist dapat menjadi Hadist Hasan Li-Ghairih, karena dibantu oleh Hadist yang lain semakna dengannya atau karena banyak yang meriwayatkannya.

Macam Macam Hadis
Macam Macam Hadis

Kehujjahan Hadist Hasan

Sebagaimana Hadist Shahih, menurut para ulama ahli Hadist, bahwa Hadist Hasan, baik Hasan Li-dzatihi maupun Hasan Li-Ghairihi, juga dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu hukum, harus diamalkan. Hanya saja terdapat perbedaan pandangan diantara mereka dalam soal penempatan Rutbah (urutannya), yang disebabkan oleh kualitasnya masing-masing.

Hadist Dhaif

Pengertian Hadist Dhaif

Kata Dhaif menurut bahasa yang berarti lemah, sebagai lawan dari Qawiy yang kuat. Sebagai lawan dari kata shahih, kata Dhaif secara bahasa berarti Hadist yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat.
Secara Terminilogis, para ulama mendefinisikan secara berbeda-beda. Akan tetapi pada dasarnya mengandung maksud yang sama, Pendapat An-Nawawi : “Hadist yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadist Shahih dan syarat-syarat Hadist Hasan.”43

Pembagian Hadits Dhaif

a. Dhaif dari sudut sandaran matannya.

Dhaif dari sudut sandaran matannya, maka hal ini terbagi dua macam, yaitu:

1) Hadits Mauquf,

ialah Hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, berupa perkataan, perbuatan dan taqrirnya.
Sebagai contoh Ibnu Umar berkata: Bila kau berada diwaktu sore, jangan menunggu datangnya diwaktu pagi hari, dan bila kau berada diwaktu pagi jangan menunggu datangnya waktu sore hari, Ambillah dari waktu sehatmu persediaan untuk waktu sakitmu dan dari waktu hidupmu untuk persediaan matimu.” (Riwayat Bukhari)

2) Hadits Maqhtu,

ialah Hadits yang diriwayatkan dari Tabi‟in, berupa perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Contoh : seperti perkataan Sufyan Ats-Tsaury, seorang Tabi‟in:
“Termasuk Sunnah, ialah mengerjakan sembahyang 12 rakaat setelah sembahyang idul fitri , dan 6 rakaat sembahyang idul Adha.

b. Dhaif dari sudut matannya.

Hadits Syadz, ialah Hadits yang diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah atau terpercaya, akan tetapi kandungan haditsnya bertentangan dengan (kandungan Hadits) yang diriwayatkan oleh para perawi yang lebih kuat ke-tsiqahannya.45 Contohnya, “Rasulullah SAW, bila telah selesai sembahyang sunnat dua rakaat fajar, beliau berbaring miring diatas pinggang kanannya.” Hadits Bukhari diatas yang bersanad Abdullah bin Yazid, Said bin Abi Ayyub, Abul Aswad, Urwah bin Zubair dan Aisyah r.a dan riwayat dari rawi-rawi yang lain yang lebih tsiqah yang meriwayatkan atas dasar fiil (perbuatan Nabi).

Dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun matan secara bergantian.

Yang dimaksud bergantian disini adalah ke-Dhaifan tersebut kadang-kadang terjadi pada sanad dan kadang-kadang pada matan, yang termasuk hadits yaitu:

Hadits Maqlub,

ialah Hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahkan hadits lain), disebabkan mendahulukan dan mengakhirkan.
Tukar menukar yang dikarenakan mendahulukan sesuatu pada satu dan mengakhirkan pada tempat lain, adakalanya terjadi pada matan hadits dan adakalanya terjadi pada sanad hadits.

Contoh: Tukar menukar yang terjadi pada matan , Hadits Muslim dari Abu Hurairah r.a Artinya: “… dan seseorang yang bersedekah dengan sesuatu yang sedekah yang disembunyikan, hingga tangan kanannya tak mengetahui apa-apa yang telah dibelanjakan oleh tangan kirinya”. Hadits ini terjadi pemutarbalikan dengan Hadits riwayat Bukhari atau riwayat Muslim Sendiri, pada tempat lain, yang berbunyi.
“(hingga tangan, kirinya tak mengetahui apa-apa yang dibelanjakan tangan kanannya.)”. Tukar menukar pada sanad dapat terjadi, misalnya rawi Ka‟ab bin Murrah bertukar dengan Murrah bin Ka‟ab dan Muslim bin Wahid, bertukar dengan Wahid dan Muslim.

Hadits Mudraf

Kata Mudraf menurut bahasa artinya yang disisipkan.Secara terminologi hadits mudraf ialah hadits yang didalamnya terdapat sisipan atau tambahan.

Hadits Mushahhaf

Hadits Muhahhaf ialah Hadits yang terdapat perbedaan dengan hadits yang diriwayatkan oleh tsiqah, karena didalamnya terdapat beberapa huruf yang diubah. Pengubahan ini juga bias terjadi pada lafadz atau pada makna, sehingga maksud hadits menjadi jauh berbeda dari makna, dan maksud semula.

d. Dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama

Yang termasuk hadits dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama yaitu:

1) Hadits Maudhu

Hadits yang disanadkan dari Rasululah SAW secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, melakukan dan menetapkan.

2) Hadits Munkar

Ialah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur”.

Dhaif dari segi persambungan sanadnya

Hadits-hadits yang termasuk dalam kategori Dhaif atau lemah dari sudut persambungan sanadnya ialah: Hadits Mursal, Hadits Mungqathi‟, hadits Mu‟dhal, dan Hadits Mudallas.

1) Hadits Mursal

Hadits Mursal ialah hadits yang gugur sanadnya setelah tabi‟in. Yang dimaksud gugur disini ialah nama sanad terakhir, yakni nama sahabat tang tidak disebutkan, padahal sahabat adalah oang pertama menerima Hadits dari Rasulullah SAW.

2) Hadits Mungqathi‟

Ialah Hadits yang gugur pada sanadnya. Seorang perawi atau pada sanad tersebut disebutkan seorang yang tidak dikenal namanya.

3) Hadits Mu‟dhal

Hadits yang gugur dua sanadnya atau lebih, secara berturut-turut, baik (gugurnya itu) antara sahabat dengan tabi‟in, atau antara tabi‟in dengan tabi‟in.

Berhujjah dengan Hadits Dhaif

Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dhaif bukan maudhu. Adapun hadits dhaif bukan hadits maudhu‟ maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya diriwayatkan untuk berhujjah. Dalam hal ini ada beberapa pendapat:

Tinggalkan komentar